Kejahatan Seorang Earl (Last)

Ruangan itu ramai, di penuhi bangsawan yang tengah berkumpul dengan kepulan asap disana. Seoarang pelayan datang, sepertinya dia ingin mengantarkan cangkir dan teko.

“Ah permisi,” panggilku padanya seraya menaruh cangkir.

“Ya? Ada yang bisa saya bantu?” jawabnya dengan sopan.

“Siapa yang biasanya duduk di dekat jendela itu?” Tanyaku sambil menatap kearah seseorang, di ikuti sang pelayan.

“Ah, beliau Earl Argleton. Ku dengar beliau adalah salah satu pendiri Klub ini.” Ujarnya, sedangkan orang yang di maksud terus menyesap batang rokok miliknya disana.

“Apa itu berarti sejak klub ini berdiri, tempat itu sudsh di peruntukan khusus untuknya?”

“Saya rasa tidak. Biasanya beliau baru duduk disana kalau tempatnya kosong.” Begitu katanya, sesekali memandang ke arah ku.

Aku mendatangi tempat duduknya, “Tuan Earl Argleton, senang bertemu dengan anda. Saya William James Moriarty,” dia tampak terkejut dan tidak senang.

“Apa anda ada perlu dengan saya?” tanya nya.

“Ah tidak, sebenarnya tidak ada. Hanya saja Anda terlihat sedikit bosan, karena itu saya ingin menemani Anda mengobrol.”

“Sebenarnya saya tidak...”

Aku tersenyum mendengarnya, “Jas yang Anda kenakan itu dibuat oleh Eden, bukan?” Tepat sekali dia langsung menghentikan jarinya.

“Lalu cincin itu. Pembuatannya terlihat agak rumit, sepertinya dipesan di Toko Perhiasan Goldstein, ya?”

Sedetik kemudian dia mulai memuji ku, “Pengamatan yang luar biasa, seperti seorang detektif.”

“Apa perlu saya tebak lagi?” tentu saja, dengan senang hati aku akan memberitahu nya.

“Jam saku yang Anda pakai itu, dibeli di Toko Jam R. Masters. Benar, 'kan?” dan untuk kedua kalinya dia terpesona.

“Wah, wah, bagaimana Anda tahu tempat jam saku ini dibeli tanpa melihatnya langsung?” tanya nya.

“Topi anda dibuat oleh Morgan Bros. Company, Kuda yang anda miliki dikandangkan di Klub Balap Shannon.” Ujarku panjang dan raut mukanya seketika berubah.

“Selain itu, baru-baru ini anda mulai tertarik dengan suara dari Konsertina...”

“Anda juga lebih suka dengan daging kelinci muda, 'kan?” Tanyaku sambil tersenyum padanya.

“Teksturnya empuk, karena masih muda dan rasanya yang sangat segar dengan aroma darah yang khas membuat anda menikmatinya dengan perlahan-lahan.”

Wajahnya kini tampak pucat, “Oh ya, satu lagi. Sepertinya anda tidak mahir bermain kartu.”

“Isi pikiran anda terlihat sangat jelas dari raut wajah anda.” Mendengar ucapan ku, ia langsung mencoba mentralkan mimik wajahnya.

Mungkin karena ia terpojok jadi dia memutuskan untuk pergi, “Permisi. Saya teringat ada urusan penting,” katanya.

Setelah selesai aku memutuskan keluar dari Klub dan berjalan-jalan di kota, dan itu hampir malam. Seperti ada yang mengikuti, tapi entah siapa. Ku putuskan untuk mengubah arah ke kanan, dan benar saja pria itu terkejut karena itu jalan buntu.

Sudah kuduga dia pasti orang suruhan, betapa terkejutnya ia melihat ku berada di belakangnya.

“Buntuti dan cari tahu siapa dia, atau kamu diperintahkan untuk langsung menghabisiku?” tanyaku padanya, sedangkan ia masih memasang raut kaget.

Ku perhatikan ia memakai Glove. “Sepertinya kamu terbiasa menggunakan kekerasan. Tapi seharusnya kamu sedikit menggunakan akalmu, karena ini berbeda dengan menculik anak-anak tak berdaya itu.”

Pria itu kembali terkejut atas dugaan ku tadi, “Sama seperti tuanmu. Kamu tidak pandai menyembunyikan ekspresi,” ujarku, yang seperti nya membuatnya marah.

Disaat dia maju dan ingin menyerangku. Louis datang dan menodongkan pisau di lehernya, untuk berjaga-jaga. “Banyak yang ingin kutanyakan padamu. Jadi bisa ikut sebentar?”

Setelah membawa pria suruhan tersebut, aku kembali saat matahari sudah tenggelam.

Di sebuah gudang, Argleton terikat dengan penutup kepala. Kubuka penutup kepalanya dan dia terkejut namun wajahnya tampak seperti ketakutan.

“Earl Argleton, Maaf atas perlakuan saya yang sedikit kasar saat membawa anda kemari...”

Dia tampak meronta ingin membuka tali pengikatnya, “Masalahnya, ada seorang yang sangat ingin bicara dengan empat mata dengan anda.”

Tepat sekali Eden datang. “Lama tidak bersua, Earl.” ujar Eden, ku lihat sekilas Earl tampak sangat terkejut.

Dimana sebelumnya Kak Albert membawa Eden datang ke rumah, untuk meminta sesuatu. “Benarkah anda bisa mengabulkan keinginan saya, Tuan William?”

Ku pandangi raut mukanya seperti bersungguh-sungguh. “Tuan Eden, sayangnya permintaan anda ini di golongkan sebagai tindak kejahatan oleh dunia yang kacau balau ini...”

“Meski begitu, apa keputusan anda akan tetap sama?” tanyaku untuk meyakinkan nya, dan dia mengangguk yakin.

Mendengar itu. “Baiklah, Sebagai konsultan kriminal. Aku, William James Moriarty menerima permintaan anda.” Ujarku padanya, dan saat itu juga aku memberikan janji ku pada Eden.

Cuaca malam itu tampak mendung, “Jangan lama-lama. Aku hanya punya satu batang rokok saja,” ujarku lalu pergi meninggalkan Eden menuntaskan keinginan nya.

Ku ambil satu batang rokok beserta pemantik kayu, dan mulai menyesapnya sedikit demi sedikit. Hingga menara jam berdentang keras, yang membuat burung gereja itu terbang menjauh.

Bukankah ini malam yang cukup berangin? di iringi dentuman lonceng bel menara. Saat itu juga batang rokok ku habis, Eden kembali dengan gunting dan pakaian penuh darah.

Dia tampak melamun, ku beri dia selembar sapu tangan untuk membersihkan darah di tubuhnya. “Nah, ayo kita pulang.” Ujarku tengah tersenyum. Kemudian berjalan menuju gudang dimana Argleton berada, dan menutup pintunya.

Postingan populer dari blog ini

Kejahatan Seorang Earl (2)